Sabtu, 30 Januari 2010

resensi cerpen - desember ceria

DESEMBER !!!! ini bulan yang paling baik, yang pernah gue temui seumur hidup gue. kenapa ??
gue akan menjelaskan nya satu per-satu :)

tepatnya tanggal 16 Desember 2009, hari Rabu bersamaan dengan hari ulang tahun gue, ternyata di kampus masih ada perkuliahan ! ahhhh malas sekali rasanyaa ke kampus dengan di cuek-in semua orang. damn !
ga kuat dengan cuek cuek nya semua temen sekelas gue, gue memutuskan untuk PULANG ! hahaha (nyali gue mendadak ciut saat teman-teman tidak memperdulikan aku di kelas) hihi
oke, gue pulang ke rumah sahabat gue BEBEK saat itu. kenapa ? soalnya hari masih pagi banget untuk gue pulang ke rumah.

....gak lama, gue balik badan ke arah pintu kamar bebek, dan .... "wow, sahabat gue (Suari) datang dengan tiba - tiba) gak lama, bebek bawa kue ulang tahun ukuran mini, dan kita ngerayain ber-3 :)
nice moment ! ga sadar gue netesin air mata ! ga bohong ! itu peraaan yang sangat takjub dari diri gue ! sebelumnya gue bilang sama bebek "bek, nothing special nih di ultah gue" (sambil cemberut) tapi, semua salaaaah !!!!!!!
hahahahahha SANGAT BERSYUKUR SEKALI GUE MEMPUNYAI SAHABAT SEPERTI MEREKA DARI GUE SMA !!! ga bohong, dan ga membual ! mereka! ya, mereka yang selalu ada ! anjraayyy... speechless gue nulis blog ini ! haha (agak lebay, but .. it's REAL )

17 DESEMBER 2009 adalah hari dimana gue balikan sama PACAR GUE yang berinisial R.R.L hahhahahaha finally gue balikan !!!!!!!!! hihihi dance dance dance ***

oke, lanjut lagi buat tanggal 19 DESEMBER 2009 gue memulai aktivitas gue untuk kuliah.
tiba tiba Jojo perlahan lahan menyalami gue dengan ucapan "selamat ulang tahun ya icha.." oke, gue turun duduk dari motor gue ... dan ga lama gue melihat perlahan lahan tangan nya Jojo melayang ke kepala gue dan ... "PLOKK!!!" cantik banget telur ayam jatuh pas diatas kepala gueee ....!!!! OH, GOSH !!! ULANG TAHUN GUE TANGGAL 16 DESEMBER HELOO, KENAPA BARU CEPLOKIN TANGGAL 19 ????

that's all my story 'bout this month and so ... WONDERFUL MONTH I HAVE :)

resensi buku - Soe Hok-Gie..Sekali Lagi

Judul: Soe Hok-Gie..Sekali Lagi
Penulis : Rudy Badil, dkk
Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia
Tebal : xxxix + 512 Halaman
Tahun : Desember 2009


Soe Hok Gie adalah ikon gerakan mahasiswa. Ia telah menjadi inspirasi bagi banyak aktivis kampus di era tahun 1980-an hingga 1990-an. Bahkan catatan hariannya yang dibukukan dalam Catatan Seorang Demonstran, menjadi semacam bacaan wajib bagi peminat ataupun simpatisan dunia pergerakan.

Dari buku tersebut dapat dilihat bagaimana Hok-Gie merespon realitas. Jejak kegelisahan, semangat, perenungan, sikap maupun idealismenya dapat dilihat dari buku tersebut. Buku tersebut seolah menjadi representasi dunia batin adik kandung budayawan Arief Budiman itu.
Namun, sisi human interest dari Hok-Gie memang sulit untuk dilacak. Rasanya belum ada literatur yang mengungkap sisi ini. Padahal hal ini boleh jadi sisi yang "misterius" dari Hok-Gie, sebut saja bagaimana cara ia bergaul dengan karib serta koleganya, bagaimana cara ia menangani permasalahan di lapangan, ataupun bagaimana hubungannya dengan beberapa teman dekat wanitanya.

Kehadiran buku Soe Hok-Gie…Sekali Lagi, tampaknya mulai membuka sisi lain dari Hok-Gie. Sosoknya perlahan mulai terungkap meskipun tidak bisa secara utuh mengurai kompelksitasnya.

Buku ini berisi sejumlah tulisan dari beberapa sahabat dekat, rekan pencinta alam yang tergabung dalam Mapala (Mahasiswa Pencinta Alam) Universitas Indonesia, budayawan, peneliti, sineas, maupun aktor. Dari tulisan-tulisan inilah dapat diketahui mozaik lain dari Hok-Gie.

Penulis pertama buku ini adalah Rudy Badil, salah seorang anggota Mapala UI yang ikut serta dalam pendakian ke Semeru pada pertengahan bulan Desember 1969. Di bagian awal inilah Rudy menceritakan apa yang dialaminya pada hari-hari saat-saat terakhir bersama Hok-Gie.
Tulisan ini diletakan di bagian awal karena memang kisah inilah yang paling tragis dari Hok-Gie. Di bagian ini dikisahkan saat-saat terakhir Rudy Badil bersama Hok-Gie. Dikisahkan bagaimana ia sempat melihat Hok-Gie yang masih bertahan di puncak Semeru sementara pendaki lain sudah turun karena cuaca saat itu dianggap mulai tidak bersahabat.

Namun tidak lama setelah itu Rudy Badil diberitahu oleh pendaki lain bahwa Hok-Gie dan Idhan Lubis mengalami kecelakaan. Belakangan diketahui kematiannya itu disebabkan oleh gas beracun yang keluar dari kawah Semeru, gunung berapi yang masih aktif.

Dikisahkan pula bagaimana sulitnya proses evakuasi kedua jenazah tersebut. Hal ini disebabkan sulitnya menjangkau lokasi karena medan yang cukup berat. Namun, dengan bantuan penduduk setempat, kedua jenazah dapat diturunkan.

Dari sejumlah tulisan lain dalam buku ini, terungkap pula bahwa Hok-Gie adalah sosok idealis yang seakan tidak pernah takut kepada siapa pun selama ia yakin dengan sikapnya. Bahkan ia siap berhadapan dengan penguasa jika memang penguasa tersebut berbuat sesuatu yang dianggapnya mencederai rasa keadilan.

Tidak heran jika kritik mapun protes keras acap kali ia sampaikan kepada penguasa, terutama lewat tulisan-tulisannya di berbagai media massa. Hasilnya, Hok-Gie memang dianggap orang yang berseberangan dengan penguasa. Termasuk ketika Hok-Gie terang-terangan melawan Presiden Soekarno yang dianggap memberi ruang terlalu berlebihan untuk Partai Komunis Indonesia (PKI).

Menariknya, meskipun Hok-Gie adalah seorang anti-komunis--ditandai dengan dengan terjun langsungnya ia ke arena perlawanan terhadap komunisme--tetapi dia tetap protes ketika terjadi pembantaian massal terhadap orang-orang yang dianggap memiliki hubungan dengan PKI tanpa melalui proses di pengadilan.

Stanley Adi Prasetyo, Komisioner Komnas HAM Republik Indonesia yang menyumbangkan tulisan dalam buku ini, mengutip tulisan Hok-Gie untuk memperlihatkan sikap Hok-Gie, terhadap masalah pembantaian tersebut. Hok-Gie dalam dalam majalah Mahasiswa Indonesia edisi Jawa Barat menulis, ketika pembunuhan dilangsungkan, para tawanan sering minta untuk segera dibunuh saja. Alasannya, mereka telah mengetahui bagaimana hidup mereka akan berakhir. Hal itu dilakukan karena mereka takut menghadapi siksaan atau cara pembunuhan mengerikan yang dilakukan oleh manusia yang menyebut dirinya ber-Tuhan (Hal. 349).
Hok-Gie memang sinis dengan ketidakadilan maupun kemunafikan. Ia tidak segan melakukan serangan terhadap realitas seperti itu. Untuk soal ini sikapnya hanya hitam-putih, tidak ada wilayah abu-abu. Dalam pandangannya, setiap kekeliruan harus diluruskan, meskipun itu dilakukan seorang pejabat yang memiliki otoritas.

Keiritisan Hok-Gie ternyata bersifat mengakar, hingga menyentuh persoalan agama. Dalam hal ini Hok-Gie tidak main mutlak-mutlakan. Ia yang mengaku mengalami "krisis kepercayan", menolak pendapat dari otoritas pemuka agama yang menyatakan bahwa agama yang mereka anut adalah satu-satunya agama yang akan mengantarkan manusia ke surga. Bagi Hok-Gie gagasan ini terlalu berlebihan. Baginya agama haruslah membawa pembebasan, dan bukan menjadi alat masyarakat untuk mencapai kepentingan tertentu.

Di balik itu semua ada sisi menarik lain dari Hok-Gie. Meskipun selalu berikap kritis dan tegas terhadap apa yang dilihatnya, toh tetap saja Hok-Gie adalah anak muda dengan dinamikanya sendiri, entah itu dalam pergaulan, komunitas hobi, kampus, sampai perempuan.
Dalam pergaulan misalnya Hok-Gie dikenal akrab dan terbuka dengan sejumlah kawan. Pembicaraan mereka pun sangat khas anak muda, termasuk subjek atau pembicaraan yang dianggap "menyerempet bawah perut"--begitu istilah Kartini Syahrir dalam buku ini.
Sisi lain kemanusiaan Hok-Gie yang ingin diungkap dalam buku inilah adalah kesepian yang dialaminya. Di tengah kegiatannya yang nyaris seakan tidak ada jeda, mulai dari menggalang massa mahasiswa turun ke jalanan, hingga naik gunung bersama pecinta alam lainnya, Hok-Gie adalah potret manusia yang dilanda sepi. Keironisan itulah yang ditangkap oleh Aris Santoso dalam buku ini. Inilah kesepian yang harus diterima Hok-Gie sebagai konsekuensi dari pilihan idealisme, keteguhan hati, dan kesetiaan kepada kebenaran.

Jelaslah, buku ini bukan sebuah usaha untuk mengultuskan sosok Hok-Gie. Sebaliknya buku ini mencoba untuk memperlihatkan sosok Hok-Gie apa adanya, dari sudut pandang orang-orang yang mengagumi dan mencintainya.

Buku ini sebenarnya dapat lebih kaya jika surat-surat pribadi Hok-Gie hasil korespondensinya dengan sejumlah orang dapat dimuat. Bukankah ia disebut-sebut berkorespondesi dengan Ben Anderson, Daniel S Lev, David R Looker, Syharir, sampai Onghokham. Tentu saja hal ini perlu usaha yang lebih rumit untuk mengumpulkan kembali surat-surat yang dimaksud.

Namun demikian, kehadiran Soe Hok-Gie...Sekali Lagi sedikitnya dapat memberikan sebuah penggalan lain kisah seorang Hok-Gie. Kita pun diingatkan kembali bukan hanya kepada keberaniannya, tetapi juga persoalan bangsa Indonesia yang membutuhkan politisi serta pemimpin yang peduli, peka dan siap bekerja untuk kemajuan bangsanya tanpa pamrih.***

resensi novel - sang pemimpi

Ini adalah buku kedua dari tetraloginya Andrea Hirata. Ending yang sangat mengesankan, hmm.. aku suka. Alurnya bagus, menarik. Tema cerita yang sederhana tapi terbungkus kalimat-kalimat yang wow penuh makna. Tapi sayangnya ini kurang ada sinergi dengan buku pertama, yang namanya tetralogi kan ada 4 buku, harusnya seh ada kesinambungan yang bagus. Memang, Laskar Pelangi masih sedikit disebut-sebut, tapi belum mewakili kesinambungan yang bagus. Berhubung sudah terbuai sosok Arai, Ikal dan Jimbron. So finally ga masalah lah. PAsti novelnya sangat berkesan dan begitu menggugah.
“3 Seorang pemimpi. Setelah tamat SMP, melanjutkan ke SMA Bukan Maen. Di sinilah perjuangan dan mimpi ketiga pemberani ini dimulai. Ikal, salah satu dari anggota Laskar Pelangi, Arai, saudara sepupu Arai yang sudah yatim piatu sejak SD dan tinggal di ruamh Ikal, sudah dianggap seperti anak sendiri oleh Ayah danIbu Ikal. Dan Jimbron, anak angkat seorang pendeta karena yatim piatu juga sejak kecil. Namun pendeta yang sangat baik dan tidak memaksakan keyakinan Jimbron, malah mengantarkan Jimbron menjadi muslim yang taat.
Arai dan Ikal begitu pintar dalam sekolahnya, sedangkan Jimbron, si penggemar kuda ini biasa-biasa saja. Malah menduduki rangking 78 dari 160 siswa. Sedangkan Ikal dan Arrai selalu menjadi 5 dan 3 besar. Mimpi mereka sangat tinggi, karena bagi Arrai, orang susah seperti mereka tidak akan berguna tanpa mimpi-mimpi. Mereka berdua mempunyai mimpi yang tinggi yaitu melanjutkan study ke Sarbonne Perancis. Mereka terpukau dengan cerita Pak Beia, guru seninya, yang selalu meyebut-nyebut indahnya kota itu. Kerja keras, menjadi kuli ngambat mulai pukul 2 pagi sampai jam 7 dan dilanjutkan dengan sekolah, itulah perjuangan ketiga pemuda itu. Mati-matian menabung demi mewujudkan impiannya. Ya, meskipun kalau dilogika, tabungan mereka tidak akan cukup untuk sampi ke sana. Tapi jiwa optimisme Arai tak terbantahkan.
Setelah selesai SMA, Ari dan Ikal merantau ke Jawa, Bogor tepatnya. Sedangkan Jimbron lebih memilih untuk menjadi pekerja ternak kuda di Belitong. Jimbron menghadiahkan kedua celengan kudanya yang berisi tabungannya selama ini kepada Ikal dan Arai. Dia yakin kalau Arai dan Ikal sampai di Perancis, maka jiwa Jimbron pun akan selalu bersama mereka. Berbula-bulan terkatung-katung di Bogor, mencari pekerjaan untuk bertahan hidup susahnya minta ampun. Akhirnya setelah banyak pekerjaan tidak bersahabat ditempuh, Ikal diterima menjadi tukang sortir (tukang Pos), dan Arai memutuskan untuk merantau ke kAlimantanTahun berikutnya, Ikal memutuskan untuk kuliah di Ekonomi UI. Dan setelah lulus, ada lowongan untuk mendapatkan biasiswa S2 ke Eropa. Beribu-ribu pesaing berhasil ia singkirkan dan akhrinya sampailah pada pertandingan untuk memperebutkan 15 besar.
Saat wawancara tiba, tidak disangka, profesor pengujinya begitu terpukau dengan proposal riset yang diajukan Ikal, meskipun hanya berlatar belakang sarjana Ekonomi yang masih bekerja sebagai Tukang Sortir, tulisannya begitu hebat. Akhirnya setelah wawancara selesai, siapa yang menyangka. Kejutan yang luar biasa. Arai pun ikut dalam wawancara itu. Bertahun-tahun tanpa kabar berita, akhirnya mereka berdua dipertemukan dalam suatu forum yang begitu indah dan terhormat. Begitulah Arai, selalu penuh dengan kejutan. Semua ini sudah direncanaknnya bertahun-thaun. Ternyata dia kuliah di Universitas Mulawarman dan mengambil jurusan Bilogi. Tidak kalah dengan Ikal, proposal risetnya juga begitu luar biasa dan berbakat untuk menghasilkan teori baru.
Akhirnya sampai juga mereka pulang kampung ke Belitong. Dan ketika ada surat datang, mereka berdebar-debar membuka isinya. Pengumuman penerima Beasiswa ke Eropa. Arai begitu sedih karena dia sangat merindukan kedua orang tuanya. Sangat ingin membuka kabar tu bersama orang yang sanag dia rindukan. Kegelisahan dimulai. Tidak kuasa mengetahui isi dari surat itu. Akhirnya Ikal ketrima di Perguruan tinggi, Sarbone Pernacis. Setelah perlahan mencocokkan dengan surat Arai, Subhannallah, inilah jawaban dari mimpi2 mereka. Kedua sang pemimpi ini diterima di Universitas yang sama. Tapi ini bukan akhir dari segalanya. Disinilah perjuanagan dari mimpi itu dimulai, dan siap melahirkan anak-anak mimpi berikutnya.

skenario drama

Alkisah disebuah desa hiduplah satu keluarga yaitu Bawang Merah dan Bawang Putih, yang dalam hidupnya Bawang Putih penuh dengan siksaan dan hinaan serta omelan, hingga suatu ketika si Bawang Merah memanggil Bawang Putih dengan penuh amarah.

Babak I :

1. Bawang Merah: Putih… Putih…!! kesini kamu. Kamu… harus membersihkan ruang tamu ini sampai bersih, jangan sampai ada debu-debu yang masih menempel. (sambil berkacak pinggang). Ingat ya! (menjitak kepala Bawang Putih) kalau sampai aku datang ruangan ini tidak bersih tahu sendiri nanti akibatnya! (mencebir dan membuang muka).

2. Bawang Putih : Baik, Bawang Merah! (merunduk dan pergi mangambil sapu).

3. Ibu & B. Putih : Lho, kok sepi. Bawang Putih kemana ya, kok ngak kelihatan! (sambil melihat kanan kiri) Putih… Putih… Putih…! kemana ya anak itu dipanggil-panggil gak nyaut!

4. Bapak & B. Putih: Ada apa sih bu…! (dengan perasaan tanda tanya).

5. Ibu & B. Merah : Eh…! Bapak, lho kapan Bapak yang datang kok Ibu nggak dengar Bapak ngetok-ngetok pintu. (sambil memegang tangannya).

6. Bapak dan B. Putih : E… tadi bu, memang Bapak sengaja nggak ngetok-ngetok pintu, soalnya bapak dengar Ibu berteriak-teriak memanggil-manggil Bawang Putih, Emangnya si Bawang Putih kemana bu? Dan kenapa dia? (dengan penuh keheranan).

7. Ibu & B. Merah : Oh tidak ada apa-apa pak (sambil mengelus-ngelus tangan suami) Ibu takut Bawang Putih kenapa-napa, e tak tahunya lagi istirahat dikamarnya, pak. (sambil merebah kepundaknya).

8. Bapak & B. Putih : Terima kasih ya bu, Bapak bangga sekali punya istri sebaik Ibu, dan saya sayang sekali sama Ibu juga anak kita berdua (mengelus rambut istri) kalau begitu Bapak berangkat berdagang lagi ya bu, paling disana saya 1 minggu. Ibu jaga diri baik-baik ya dan juga anak kita baik-baik, oh ya ini ada sedikit uang buat belanja (sambil menyodorkan uang). Baiklah bu Bapak berangkat dulu ya. (mengulurkan tangannya).
Ibu B. Merah : Iya pak (sambil mencium tangan Bapak) hati-hati dijalan, da…! Hem… dasar suami bodoh, kamu kira saya betul-betul mencintai kamu apa! Tidak ya, saya hanya mencintai uang dan rumah kamu ini… ha… ha… ha… (sambil menepuk-nepuk uang). Putih… putih…putih… kesini kamu! (berkacak pinggang).

9. Bawang Putih : Ya… ya… bu, ada apa bu?

10. Ibu B. Putih : Kemana aja sih kamu ha… kaman aja? (sambil menarik dan mendorong Putih) dipanggil-panggil dari tai nggak ada jawaban, kamu tuli ya… (sambil membuang muka).

11. Bawang Putih : Baik bu…! (dengan nada ketakutan).

12. Ibu B. Merah : Ya bagus, (sambil mengangguk-ngangguk kepala) sekarang kamu cuci baju itu sampai bersih mengerti? Ingat Bawang Putih, sebelum Ibu datang cucian ini dan lantai ini sudah harus bersih! Dengar….! (nada keras membentak).
Maka berangkatlah Bawang Putih ke sungai untuk mencuci baju itu, sambil menangis Bawang Putih Berkata!

13. Bawang Putih : Ya Allah, ampunilah dosa-dosa Ibu tiriku, berikanlah kekuatan dalam menghadapi cobaan ini. Ya Allah bukakanlah pintu hati Ibu tiriku dan saudara tiriku agar dia mau menyayangiku. (sambil menangis)

14. Pengawal I : Maaf tuan, e… lihat disana tuan, sepertinya ada seorang wanita. (sambil menunjuk).

15. Pengawal II : Ya benar tuan, sepertinya lagi mencuci pakaian tuan! (dengan penuh semangat).

16. Pangeran : Iya, betul-betul, tapi… sama siapa ya dia? Apa dia sendirian pengawal? (dengan penuh keheranan dan melihat kearah wanita itu, sambil berfikir) pengawal coba kalian lihat kesana…! (sambil menunjuk).

17. Pengawal I & II : Baik tuan…! (sambil mengangguk).

18. Pengawal I : Tuan, ternyata perempuan itu sendirian…!
Pengawal II : Perempuan itu cantik tuan dan kelihatannya orang baik-baik!

19. Pangeran : (Sambil mengangguk-ngangguk) Mari pengawal kita kesana…! (sambil menunjuk).

20. Pengawal I & II : Baik tuan…!

21. Pangeran : E… e… nona! (dengan gugup dan malu). Kalau boleh saya tahu nama nona siapa? Dan nona berasal dari mana? Dan kenapa pula sendirian di sungai yang sangat sepi ini…?

22. Bawang Putih : Maaf… tuan…! (sambil menjinjing rok dan mau berlari pergi).

23. Pangeran : Jangan… jangan… nona, jangan lari, saya bermaksud baik, saya lihat nona sendirian, jadi saya memberanikan diri menghampiri nona! (dengan senyuman).

24. Bawang Putih : Nama saya Bawang Putih tuan, saya berasal dari desa seberang, e… tapi maaf tuan, saya tidak bisa berlama-lama disini, saya takut dimarahi Ibu saya tuan…!

25. Pangeran : Tunggu… tunggu…! tunggu nona…! (sambil berteriak) mari pengawal kita ikuti Bawang putih itu, dimana sebenarnya rumahnya!
Kemudian berangkatlah Pangeran dan 2 pengawalnya untuk menuju rumah Bawang Putih, Pangeran merasa dialah wanita yang selalu diidam-idamkan, kemudian si Pangeran bergegas pergi ke rumah si Bawang Putih.

26. Ibu Bawang Merah : Anakku coba lihat disana, siapa itu yang datang? (dengan penuh keheranan).

27. Bawang Merah : Iya bu, sepertinya yang datang Pangeran. Aduh betapa gagahnya dan gangteng Pangeran itu. (dengan senyuman).

28. Ibu Bawang Merah : Tenang sayang, Ibu tahu kedatangan Pangeran itu ingin mencari permaisuri. (sambil memegang pundaknya).

29. Bawang Merah : Benarkah itu bu? Tolong saya bu, saya mau menjadi permaisuri Pangeran itu bu. (berloncat kegirangan).

30. Pangeran : Permisi…, permisi…!

31. Ibu Bawang Merah : Tuan…! (dengan terkejut)
E… ada apa gerangan tuan datang kegubuk kami ini, apa tuan mau mempersunting anak kami, yang cantik dan manis ini tuan? (sambil memegang dagu Bawang Merah).

32. Pangeran : Tidak…! (dengan lantang)
Saya kesini hanya untuk melamar anak ibu si Bawang Putih untuk menjadi permaisuriku. (dengan penuh senyuman).

33. Bawang Merah : Kenapa sih Pangeran lebih suka Bawang Putih dari pada saya, padahal Pangeran Bawang Putih orangnya licik sekali dan suka mempermainkan lelaki, tidak seperti saya yang baik, patuh dan setia. (sambil senyum gembira).
Lagian Pangeran Bawang Putih itu orangnya jelek tidak seperti saya cantik, manis, dan menarik, ia kan Pangeran?

34. Pangeran : E… iya-ya betul, kamu juga cantik, manis dan menarik nona, tapi sayang hati saya sudah terpikat sama si Bawang Putih, saya mohon tolong panggilkan Bawang Putih segera…!

35. Bawang Merah : Huuuh…! Bawang Putih, Bawang Putih lagi, emangnya nggak ada orang lain selain Bawang Putih, huuuh… sebel…!! (sambil menghentakkan kaki). Putih…! Puith…!!

36. Bawang Putih : Iya, mbak…!!!

37. Bawang Merah : Kesini kamu lihat ini ada Pangeran mau mempersunting kamu menjadi istrinya. (dengan mimik yang sinis penuh kebencian).

38. Pangeran : Bawang Putih, maukah kamu menjadi permaisuriku? (memberikan senyuman).

39. Bawang Putih : (Merunduk penuh senyuman dan malu-malu, berarti dia mau).

40. Ibu Bawang Merah : Maaf tuan, itu berarti tandanya Bawang Putih setuju menjadi permaisuri tuan!

41. Pangeran : Mari kesini Bawang Putih, ikutlah kamu keistanamu kamu akan aku persunting menjadi permaisuriku! (mengulurkan tangan dan menggandeng Bawang Putih pergi).

42. Bawang Putih : Ibu…! (menghampiri Ibu dan memeluknya).
Bawang Merah…! (menghampiri Bawang Merah dan memeluknya).

43. Pangeran : Baiklah bu, saya akan membawa Bawang Putih ke istanaku dan akan aku jadikan permaisuriku. (dengan senang hati).
Kalau begitu kami berangkat dulu bu, permisi…! (berjalan keluar rumah).

44. Ibu Bawang Merah : Ya tuan…!


Maka berangkatlah Pangeran dan Bawang Putih beserta pengawalnya untuk menuju istana kerajaan dan dijadikanlah Bawang Putih sebagai permaisuri, samapai akhirnya Pangeran dan Bawang Putih bahagia selamanya
“Kejahatan tidak bisa mengalahkan kebaikan, dan manusia memang mahluk paling sempurna di muka bumi, namun karna kesempurnaan itu kadang mereka lalai pada apa yang membuat mereka menjadi sempurna”.

puisi kemanusiaan dan sosial

Kemanusiaan :



ironis, miris dan memprihatinkan
inikah bumi yang selama ini aku pijak
inikah tanah tempat aku dilahirkan
dan inikah tanah yang kelak akan menjanjikan
terus terang
kalau aku boleh memilih
aku ingin dilahirkan di tanah suci
pun kalau mungkin ditanah dimana hak azasi dipertuan
atau ditanah dimana segala kemungkinan bisa berkembang
jangan ditanah menjijikkan ini
tanah dimana kebenaran bisa dipelintir
keadilan gampang dicampakkan
kejujuran terabaikan
semata-mata ker’na uang
hanya sebab nilai-nilai nominal lantas moral tersingkirkan
begitu tegakah menggadaikan republik ini
sampai hatikah sesama saudara saling mencakar dan mencengkeram
Tuhan pasti ta’ kan tinggal diam
sejuta malaikat-Nya telah mencatat ulah kalian
berjuta malaikat-Nya akan menurunkan azab-Nya
tidakkah tergetar hati kalian
lepada saudara-saudariku sebangsa dan setanah-air
mari kita panjatkan doa bersama dan serentak
agar kedamaian tercipta ditanah ini
berdoa dan terus berdoa
karena tak ada senjata apapun yang ampuh selain doa
ker’na doa orang yang teraniaya sangat didengar Tuhan
saat ini kita semua sedang teraniaya
akibat ulah beberapa orang yang pintar cuci-tangan
tetapi mereka akan tanggung sendiri akibatnya
dan akibat itu sebenarnya tengah terjadi
sekarang ini
mereka ta’ kan bisa lepas dari kegalauan, kecemasan, ketakutan
karena doa kita semua
dari bangsa yang teraniaya.


Sosial :

Kaulah pembimbingku……
Kaulah pengajarku……
Kaulah pendidikku……
Guru……
Itulah julukanmu……
Yang tak pernah bosan dalam……
Mengajar dan membimbingku Guru…
Tanpa dirimu aku akan hancur……
Tanpa dirimu aku akan sengsara……
Tanpa dirimu aku akan sesat……
Guru……
Terima kasih……
Atas segala jasa-jasamu…

puisi iman dan cinta

Iman :

Masih berjalan di jalan-Nya
Kemarin, imanku penat
Anjing-anjing di luar sana bernafsu dengan jejakku
Mencoba menggauli tingkahku yang mulai bermakna
Sejenak tergoda dengan gonggongan merdunya
Dan maha pengasih
Dia masih menuntunku dari
Godaan anjing-anjing tadi…



Cinta :

Wahai sayang ku…
Ketika pertama kali kita berpandangan…
Bertemu dan berbicara
Terasa ada sesuatu disudut hati ku ini
Ada angin mesra yang bertiup dengan begitu lembut sekali
Begitu samar-samar…
Coba membisikkan sesuatu di hatiku…
Tentang sebuah kemesraan
Tentang sebuah kehidupan
Sebuah kisah cinta....
Dan sebuah harapan
Diantara kita berdua

Dan kemudian…
Aku juga tidak pernah menyangka
Bahwa itu semuanya…
Adalah satu lakonan sandiwara penghiris hati
Dan sebuah ilusi mimpi
Tentang satu pertemuan
Dan sebuah perpisahan
Yang cukup menyakitkan hati…
Yang telah menjadi beban jiwaku ini…
Sehingga hari ini

Jumat, 29 Januari 2010

Interview

Di Depok, Jawa Barat tepatnya di Jl. Raden Saleh saya menemui Bpk H.Masudi salah satu kepala keluarga di dekat daerah rumah saya. yang dulunya adalah supir mikrolet di daerah Jakarta Timur, dan sekarang berhasil menyekolahkan 4 orang anaknya sampai ke jenjang tertinggi dan mendapatkan pekerjaan yang layak.

Saya : "Apa alasan bapak bisa menjadi supir mikrolet, dulu ?"

H. Masudi: "Saya dulu hanya lulusan SMA, saya membantu ayah saya untuk bekerja di siang hari menjadi supir mikrolet, karena saya sekolah malam pada saat itu. kebetulan saat itu saya sudah menikah dan mempunyai 2 orang anak. daripada saya tidak mempunyai penghasilan, lebih baik saya membantu ayah saya bekerja untuk menafkahi istri dan anak - anak saya."

Saya : "Selama bapak bekerja seperti itu, apa kendala yang bapak rasakan ?"

H.Masudi : "Saat itu, saya sama sekali tidak merasakan kendala yang saya hadapi. karena saya menjalani nya dengan ikhlas."

Saya : "Apa yang bapak dapatkan dari hasil kerja keras selama ini ?"

H.Masudi : "Alhamdulillah, selama saya bekerja seperti itu, saya imbangi dengan ibadah. ya saat itu saya hanya bisa menafkahi keluarga saya dengan secukup - cukupnya."

Saya : "Bapak bisa menjadi seperti ini, apa dengan menjadi supir mikrolet saja atau ada usaha yang lain nya ?"

H.Masudi : "Tidak lama sebelum genap 3tahun saya membantu ayah saya menjadi supir mikrolet, ayah saya dipanggil oleh Yang Maha Kuasa, disamping itu saya juga mencari jalan lain untuk menafkahi keluarga dan kemudian pada tahun 1979, saya mendapatkan pekerjaan menjadi supir pribadi Prof.Dr. Siyudi yang pada saat itu beliau bekerja di Universitas Indonesia, lalu pada tahun 1981 saya ditarik oleh Prof. Temulaka yang merupakan bagian dari Universitas Indonesia juga, setelah 1 Tahun saya menjadi supir Prof.Temulaka, saya jadi supir lagi, tapi pada saat itu saya jadi supir Menteri Pendidikan Nasional yaitu Prof. Nugroho pada tahun 1982. Setelah kurang lebih 5tahun saya bekerja sebagai supir beliau, alhamdulillah penghasilan saya sangat mencukupi untuk biaya lahiran anak saya yang ke-3, dan kemudian jadi supir lagi untuk pembantu rektor 2 di Universitas Indonesia selama 4th, dan pada akhirnya saya ditarik ke TU (Tata Usaha) Universitas Indonesia dan di awal 2tahun saya bekerja disana istri saya melahirkan anak yang ke - 4. Saya pun sudah memiliki pekerjaan tetap sampai saat ini untuk menafkahi seluruh anggota keluarga saya."

Saya : "Lalu hasil apa saja yang sudah bapak dapatkan untuk keluarga bapak dan bapak sendiri?"

H.Masudi : "Dengan usaha saya selama ini, Alhamdulillah saya dapat menafkahi secukupnya keluarga, menyekolahkan 4 orang anak saya sampai ke Perguruan Tinggi, memberi bekal tanah untuk keempat anak saya di kemudian hari, menyisihkan harta saya untuk yang lebih berhak, dan yang lebih saya Syukuri saya sudah berhasil untuk menunaikan Rukun Iman yang ke - 5 yaitu Naik Haji bersama istri saya. Saya juga dapat menaikkan Haji mertua saya juga Alm. Ibu saya walapun hanya diwakilkan, yaa walau itu semua usaha saya lakukan secara bertahap. Tapi saya sangat mensyukuri usaha dan semua yang telah saya rintis dari nol."


Ini hasil yang dapat saya renungi. Jika semua di lakukan dengan ikhlas dan ikhtiar yang tiada hentinya juga tidak lupa di imbangi dengan doa dan ibadah kita dapat memetik dan merasakan apa yang telah kita tanam.

Sekian dan terimakasih.